My dear Legolas,

Mencintai sendiri itu nggak nyaman… dan sebenarnya nggak tepat.

Karena diam-diam, kamu sedang menyimpan rasa dalam kesunyian.
Tanpa sadar, kamu berjalan terlalu jauh, menyelam terlalu dalam—padahal kamu sendirian di situ.

Cinta sendiri sering kali bikin kamu rela ngasih segalanya.
Kamu sabar banget, kamu nunggu dengan harapan suatu hari dia sadar dan datang padamu.
Padahal itu cuma ilusi.
Ekspektasi yang kamu pelihara sendiri, lalu kamu percaya sebagai kenyataan.
Kayak mimpi yang kamu paksa tetap hidup walaupun pagi sudah lama datang.

Cinta sendiri itu pelan-pelan membunuh jiwamu.
Dan ketika akhirnya kamu sadar bahwa semuanya nggak akan pernah terjadi, kamu akan jatuh ke lembah gelap yang dingin.
Disana, luka tinggal dan menetap…
Bukan cuma sakit, tapi juga sepi.
Sakit karena mencintai, sepi karena tak pernah dibalas.

Padahal sebenarnya, cinta itu sederhana.

Cinta yang sehat itu saling memberi ruang.
Ruang untuk merasa aman tanpa takut dihakimi.
Ruang untuk jadi diri sendiri tanpa harus sembunyi.
Dan juga ruang buat kamu tetap terhubung ke jiwamu sendiri—jadi kamu nggak kehilangan arah saat mencintai.

Aku belajar, bahwa mencintai bukan soal mengorbankan segalanya.
Bukan tentang siapa yang paling banyak memberi.
Tapi tentang menerima.
Menerima bukan cuma sisi terang yang memukau, tapi juga sisi paling rapuh dan gelap yang ada di dalam diri.

Cinta nggak seharusnya berat.
Cinta nggak bikin kamu bertanya, “Aku layak dicintai nggak, sih?”
Cinta nggak bikin kamu capek membuktikan diri terus-menerus.

Karena cinta bisa sesederhana angin sore yang menenangkan.
Bisa sehangat matahari pagi yang masuk lewat jendela.
Bisa setenang denting piano yang pelan dan lembut.
Cinta… bisa sesenyaman itu.

Dan sejauh-jauhnya aku pernah mencari…
Ternyata cinta adalah sosok yang kulihat di cermin setiap hari.

Aku mulai tersenyum pada dirinya, pada diriku sendiri.
Senyum hangat penuh bangga, dan ribuan ucapan terima kasih.
Karena dia… tetap bertahan.



Komentar

Postingan Populer