Hand in Hand beneath the same sky

Aku suka novel klasik itu karena keindahan arsitekstur bahasanya yang british kental, dan saat di filmkan pun punya intonasi yang menarik dan indah

Namun yang aku gasuka pada beberapa novel klasik yang di tulis oleh pria, karena punya unsur patriaki yang begitu kuat
Perempuan hanya di nilai dari kecantikan dan kesuciannya
Perempuan hanya benar-benar merdeka apabila di selamatkan oleh seorang pria, nasib hidup perempuan bisa berubah saat bersama pria
Lagi-lagi perempuan hanya jadi makhluk pasif, diam, dan tunduk
Bersuara berarti membangkang dan tidak sopan

mari kita lihat beberapa novel klasik itu

1. Sleeping Beauty / Aurora

Tertidur karena kutukan. Hanya bisa diselamatkan oleh ciuman pria.

No action of her own; she’s basically unconscious most of the story.

2. Snow White

Kabur ke hutan, hidup dengan tujuh laki-laki.

Mati karena apel, hidup lagi karena dicium. Lagi-lagi pasif.

3. Cinderella

Dipukuli nasib dan keluarga, tapi sabar.

Diselamatkan oleh pangeran lewat sepatu kaca—bukan dari keputusannya sendiri.

4. Donkey Skin

Lari dari ayahnya, tapi masih harus diselamatkan oleh pangeran.

Tak pernah benar-benar menghadapi konflik, hanya menghindar.

5. The Little Mermaid (Hans Christian Andersen version)

Mengorbankan suara demi pria, lalu malah mati dan jadi buih laut.

Dalam versi ini, cinta tidak berbalas, dan lagi-lagi: tragis dan pasif.

Sebenarnya yaa aku sebagai sesama perempuan bukannya ingin lebih unggul dari kaum pria
Namun lebih pada kebebasan untuk menentukan jalan hidup
Kalo di tengok lagi kehidupan perempuan di novel-novel klasik itu rerata mereka seperti hidup dalam sangkar, mereka dibatasi

Namun seiring berjalannya waktu, ada pergerakan kok di bidang literasi dengan mulai lahirnya penulis perempuan walau pada zaman itu ga sebebas sekarang contohnya Jane Austen saat novel sense and sensibility diterbitkan pertama kali, ga tertulis nama Jane Austen disana namun dengan "by a lady" saking jarangnya perempuan dalam literasi dijaman itu

Kemudian dari Jane Austen berkembanglah kiprah perempuan dalam literasi hingga muncul juga Louisa May Alcott dengan novel little women nya

Dan masih banyak lagi, ini hanya berdasarkan apa yang pernah aku baca dan tonton

Di nusantara sendiri, kita juga punya tokoh penggerak yang akan di peringati tiap tanggal 21 april sepertinya aku tidak perlu menyebutkan namanya karena pasti kamu sudah tau

Ada kesyukuran besar setelah menyelam ke masa lalu kemudian menyaksikan bagaimana akhirnya perempuan bisa berdaya dan memilih jalannya sendiri

Bukan ingin jadi si paling tangguh, namun lebih pada kesempatan yang sama sebagaimana kaum pria punya

Sebab perempuan tanpa di beri batasan oleh society saja hidupnya dihadapkan pada pilihan yang dilematik

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), reproduktivitas perempuan mulai menurun secara signifikan sejak usia 32 tahun, dan penurunannya akan semakin tajam setelah usia 35 tahun.


Ini terjadi karena stok ovum (sel telur) pada perempuan sudah ditentukan sejak lahir dan tidak akan bertambah. Setiap bulan, ovarium (indung telur) akan mengeluarkan satu ovum, namun seiring bertambahnya usia, kualitas ovum pun menurun.


Apabila ovum tersebut tidak dibuahi (fertilisasi), maka ia akan luruh bersama endometrium, yang dikenal sebagai menstruasi.
Setiap perempuan tentu mengenal proses ini, lengkap dengan rasa nyerinya (dismenore) serta perubahan emosional dan fisik yang menyertai sindrom pramenstruasi (PMS) sebuah fase yang tidak sederhana, baik secara medis maupun mental.


Namun bila ovum mengalami pembuahan, maka perempuan akan memasuki masa gravid (kehamilan). Tubuhnya mulai beradaptasi untuk memberi ruang bagi individu baru yang tumbuh dalam uterus (rahim). Adaptasi ini melibatkan perubahan hormonal yang besar, membuat perempuan lebih sensitif bukan hanya dari segi penciuman, tapi juga secara perasaan. Bentuk fisiknya berubah, energinya terbagi, pikirannya bercabang.


Ketika tiba waktunya, perempuan akan memasuki fase partus (persalinan) proses yang sangat menyakitkan, bahkan sering dianggap sebagai pertaruhan antara hidup dan mati. Maka gak heran, ada ungkapan bahwa “surga berada di bawah telapak kaki ibu.”


Dan ternyata perjuangan belum selesai di sana.
Setelah melahirkan, tubuh perempuan masih harus menyesuaikan diri kembali. Tidak hanya setelah “menyediakan ruang” bagi janin di rahim, tapi juga menyediakan makanan pertama bagi bayinya.
ASI (air susu ibu) akan diproduksi dan dikeluarkan melalui ductus lactiferus, yang dirangsang oleh hormon oksitosin. Bila tidak dikeluarkan, bisa menyebabkan nyeri hebat atau bahkan mastitis (infeksi payudara).


🌸 Bahkan secara anatomis dan fisiologis saja, perempuan sudah menghadapi batasan yang kodrati, alamiah, dan tidak bisa dihindari. Maka betapa memilukannya, bila perempuan yang sudah menanggung batasan biologis ini… masih harus menanggung batasan sosial yang dibuat oleh masyarakat.


Bukan tentang siapa yang paling besar peran dan bebannya
Namun lebih pada rasa saling mengerti bahwa baik perempuan maupun pria
Punya peran masing-masing
Hendaknya saling mengisi dan menghargai
Tidak untuk menuntut dan menghakimi

Maskulinitas ga harus di tunjukkan dengan dominasi, power dan kontrol

Namun lebih pada kehadiran secara emosional, kesediaan untuk duduk bersama luka, memberi ruang bebas untuk sekedar menghempuskan napas berat, memberi rasa aman, proteksi, kesediaan untuk saling menjaga, menyeimbangkan langkah dan hidup berdampingan baik saat badai maupun tenang, lalu sama-sama menjadi tempat pulang dari dunia yang tidak ramah dan realita yang tidak indah



Komentar

Postingan Populer