For me to me


Untuk diriku yang dulu, yang duduk diam di bangku SMP,

Hai, sayang. Aku tahu kamu mungkin sedang berusaha menahan air mata saat membaca ini. Aku juga tahu betapa keras kamu sudah berjuang—belajar malam-malam, mencoba mengerti pelajaran meskipun tak ada yang memuji, berharap diam-diam bahwa suatu hari kamu akan jadi juara umum, agar dunia mau sedikit saja menoleh dan berkata, “Kamu hebat.”

Aku ingat betul rasanya duduk di kelas, melihat guru menyanjung temanmu lagi dan lagi, hanya karena ia "anak siapa." Aku ingat perasaan kecewa saat nilai 90-mu tak cukup karena sistem hanya menyediakan satu kursi juara. Aku tahu rasa marahmu, bingungmu, saat melihat perjuanganmu diperlakukan seperti bayangan. Kamu bukan tak cukup pintar. Mereka saja yang tak melihat dengan benar.

Sayang, kamu tak pernah salah karena ingin diakui. Itu manusiawi. Kamu hanya ingin dihargai. Dan hari ini, aku datang untuk mengisi kekosongan yang dulu tak pernah terisi.

Aku melihatmu. Aku bangga padamu. Kamu luar biasa.

Tak perlu jadi juara umum untuk layak dicintai. Tak perlu dapat nilai tertinggi untuk diakui. Kamu berharga bahkan saat kamu merasa paling kecil. Kamu pantas dibanggakan hanya karena kamu tidak menyerah.

Lihatlah dirimu sekarang—kamu tumbuh, kamu bertahan, dan kamu berhasil. Bukan karena orang tua punya jabatan. Bukan karena kamu diunggulkan sejak awal. Tapi karena kamu terus melangkah, meskipun tak ada yang menyorotimu.

Dan hari ini, aku datang bukan sebagai orang lain. Aku adalah kamu—yang akhirnya tahu bahwa kita layak disayang, tanpa syarat.

Mari kita tinggalkan luka itu perlahan. Bukan karena dia tidak menyakitkan, tapi karena sekarang sudah ada aku yang mau terus bersamamu. Memelukmu. Menyayangimu. Dan berjanji:
kita akan terus berjalan, tanpa perlu dibandingkan, tanpa harus membuktikan apa pun.

Dengan sepenuh cinta,
Aku—dirimu yang hari ini memilih untuk tetap menyayangi kita.



Komentar

Postingan Populer