Winter in my soul
Tapi... emang ada ya yang tumbuh dewasa tanpa membawa trauma?
Aku baru aja lihat story WA teman kuliahku dulu. Dia tampak produktif banget, hadir di resepsi teman-temannya di kampung, selfie bareng teman-teman lamanya—bahkan teman SD. Aku heran... kok bisa ya orang tetap berteman selama itu?
Aku, yang punya trauma sejak remaja—dikucilkan dan ditolak—ngerasa kalau teman itu gak pernah benar-benar ada. Jadi walau saat kuliah aku sempat ketemu teman yang klik, pada akhirnya aku merasa kami udah gak sejalan. Tujuan hidup beda, cara pandang beda, prinsip hidup bersebrangan... dan dari situ aku mikir, mungkin lebih baik aku menjauh.
Sekarang aku sendiri. Menyokong diriku sendiri. Berteman dengan sepi. Tapi temanku adalah jiwaku.
Dan walaupun aku sendiri, aku gak merasa sendirian lagi.
Kadang aku merasa iri.
Iri melihat teman-temanku yang bertumbuh sesuai usianya.
Hadir di resepsi pernikahan teman, jadi bridesmaid, punya lingkar pertemanan yang awet.
Aku gak suka keramaian. Gak bisa dandan. Rasanya gak nyaman banget di tempat penuh orang.
Apalagi kalau harus jadi bridesmaid—aku takut disorot, takut jadi pusat perhatian.
Makanya aku lebih pilih kirim kado pernikahan daripada datang langsung. Itu bentuk hadirku. Tapi diam-diam aku juga mulai belajar menerima bahwa aku berbeda, dan itu gak apa-apa.
Teman lama masih ada sih, teman SMP yang kadang aku ajak ketemu. Tapi masa iya setiap mau ketemu harus aku yang ngajak duluan?
Rasanya aku yang ngebet pengen ketemu.
Mungkin dia gak ngajak karena dia mikir aku sibuk, profesiku dokter. Tapi itu cuma asumsiku.
Atau... jangan-jangan emang dia gak pengen ketemu?
Aku sadar, rasa gak nyaman sama keramaian, takut disorot... itu semua muncul dari trauma masa lalu.
Dulu pas SMP, aku takut banget kalau orang tahu aku.
Makanya aku pilih jalan yang sepi. Jalan menunduk. Menyembunyikan diri.
Tapi semua berubah saat aku masuk koas. Di sana aku bersinar. Aku gak takut jadi diriku sendiri.
Orang-orang mengenalku bahkan tanpa aku kenalan.
Mereka tahu aku dari instastory yang ku-post tiap hari.
Di akun kelompok koas juga. Aku merasa hidup.
Itu fase paling gila tapi paling indah. Musim semi hatiku.
Tapi sekarang...
Saat aku jadi dokter internship, hatiku sedang di musim dingin.
Dan seperti musim dingin, aku memilih untuk hibernasi.
Aku gak ingin diganggu. Mau itu orang baru yang pengen kenalan, atau teman lama yang reach out ngajak ketemuan.
Semua itu rasanya melelahkan.
Aku cuma pengen diam.
Menyendiri.
Menjaga api kecil dalam diriku biar tetap hidup, meski di tengah salju yang dingin.
Komentar
Posting Komentar