Lookback

Semakin aku punya perspektif baru, semakin aku bisa melihat sesuatu dari lebih dari satu sisi. Dari situ aku belajar, jadi orang yang nggak gampang menghakimi pilihan hidup orang lain.

Setiap orang punya prinsip, nilai, dan jalan hidup yang mereka yakini, dan aku menghargai itu. Aku nggak punya kecenderungan buat maksa prinsipku ke orang lain, apalagi sampai merendahkan pilihan mereka.
Karena aku tahu, setiap keputusan pasti ada alasan di baliknya—dan bukan tugasku untuk menilai, tapi untuk memahami.

Hal lain yang aku sadari seiring bertambahnya usia adalah caraku bereaksi terhadap kebaikan.
Dulu, ketika aku menerima kebaikan dari kaum pria, aku sering merasa sangat senang dan kagum. Tapi sayangnya, aku dulu terlalu naif dalam menerjemahkan kebaikan sebagai bentuk rasa suka.
Aku jadi jatuh hati karena kebaikan.
Itu bukan hal yang salah, tapi bisa dibilang belum tepat. Karena sebenarnya, kebaikan yang dilakukan seseorang bisa jadi adalah bagian dari kebiasaan atau bahkan cerminan dari nilai dasar kemanusiaan—basic humanity.

Dan itu nggak selalu berarti ada rasa suka atau ketertarikan di baliknya.
Aku juga belajar, kalau memang ada ketertarikan, biasanya pria punya cara untuk menunjukkan hal-hal yang lebih jelas. Tapi kalau justru bikin bingung, besar kemungkinan itu bukan rasa suka… apalagi niat untuk mendekat.

Dari situ, aku belajar untuk lebih bijak dalam mengelola rasa sukaku.
Aku belajar membedakan mana yang tulus, mana yang sekadar kebiasaan baik.
Dan yang terpenting, aku belajar untuk menjaga perasaanku sendiri—tanpa harus mengharapkan balasan dari kebaikan yang belum tentu punya maksud tersembunyi.



Komentar

Postingan Populer