Homeostasis Jiwa
Obrolan di kepalaku hari ini berputar di sekitar seorang pasien dengan diabetic nephropathy yang kutemui tadi. Ia datang dengan edema ekstremitas, wajah membengkak, dan sesak napas.
Saat memeriksanya, pikiranku melayang ke konsep fluid overload—bagaimana tubuhnya menahan begitu banyak cairan. Lalu aku teringat tekanan hidrostatik dan onkotik, dua kekuatan diam-diam yang bekerja dalam sistem tubuh kita setiap saat.
Tekanan hidrostatik bisa diibaratkan seperti dorongan air dalam selang, mendorong cairan keluar dari pembuluh darah. Semakin tinggi tekanannya, semakin kuat dorongannya—dan kalau terlalu tinggi, bisa bocor. Sebaliknya, tekanan onkotik adalah daya tarik protein plasma (terutama albumin) untuk menarik cairan kembali ke dalam pembuluh darah. Jika keseimbangan ini terganggu—entah karena tekanan hidrostatik yang terlalu besar atau tekanan onkotik yang terlalu kecil—maka cairan akan merembes keluar, menyebabkan edema.
Tubuh selalu berusaha menjaga keseimbangan ini. Kita menyebutnya homeostasis—mekanisme alami yang memastikan tubuh tetap berfungsi dengan optimal.
Tapi semakin kupikirkan, semakin kusadari... tubuh bukan satu-satunya yang butuh keseimbangan. Jiwa kita juga.
Aku menyebutnya homeostasis jiwa.
Tentu saja, 'homeostasis jiwa' ini cuma istilah yang aku pakai sendiri, tapi rasanya cocok buat menggambarkan keseimbangan yang kita butuhkan dalam hidup.
Kita hidup dalam tekanan—tuntutan pekerjaan, ekspektasi orang lain, masalah yang datang tanpa henti. Seperti tekanan hidrostatik dalam tubuh, tekanan hidup mendorong kita terus bergerak, berjuang, bekerja.
Namun, kalau tekanannya terlalu besar tanpa daya serap yang cukup, kita bisa ‘rembes’—hidup terasa kacau, energi terkuras habis. Sebaliknya, jika kita terlalu menahan semuanya tanpa aliran yang cukup, kita bisa menjadi kaku, sulit menerima perubahan.
Di sinilah peran resilience—ketahanan jiwa kita dalam menghadapi tekanan hidup. Seperti dinding pembuluh darah yang menentukan seberapa kuat menahan cairan, resilience menentukan bagaimana kita menghadapi tantangan tanpa ‘bocor’ atau ‘hancur.’
Maka, seperti tubuh yang terus menjaga keseimbangan, kita juga perlu menjaga homeostasis jiwa kita sendiri. Bukan dengan menghindari tekanan, tapi dengan mengelolanya—menyesuaikan diri tanpa kehilangan diri sendiri.
Mengetahui kapan harus beristirahat, kapan harus menarik napas, kapan harus mengisi ulang energi. Karena keseimbangan bukan sesuatu yang kita capai sekali lalu selesai. Ia adalah perjalanan yang terus dijaga, sedikit demi sedikit, setiap hari.
Sebenarnya tubuh bukan hanya menjaga homeostasis cairan seperti yang telah ku ceritakan tadi, tapi lebih dari itu tubuh kita mengatur banyak sekali sistem agar semua bekerja optimal dan bisa menjaga keberlangsungan hidup kita. Yang ku ceritakan hanya salah satu contohnya
Menarik yaa, seteratur ini Tuhan menciptakan kita, Dia bukan hanya menciptakan alam semesta dengan ketaraturannya tapi juga sistem tubuh kita
Semoga kita tidak lupa dengan segala kebaikan Tuhan Salah satu dari sekian banyaknya kebaikan Tuhan adalah memberi kita hidup
Written on 4 April 2025
Komentar
Posting Komentar