Beyond the surface
Akhir-akhir ini aku membaca sebuah perandaian yang cukup viral: "Kalau kamu secantik ini (dengan menyertakan foto perempuan yang sangat cantik), kamu mau ngapain?" Reaksi netizen pun beragam, tapi mayoritas menjawab dengan impian besar dan keinginan untuk menaklukkan dunia—utamanya, menaklukkan lelaki. Banyak yang meyakini bahwa kecantikan bisa mendongkrak segalanya.
Tapi aku skeptis. Aku tidak sepenuhnya setuju.
Realita hidup tidak sesederhana itu. Semua manusia terlahir dengan fisik yang beragam: ada yang kulitnya terang, ada yang gelap. Ada yang berhidung mancung, ada yang pesek. Ada yang tinggi, ada yang pendek. Dan keberagaman itu bukan kekurangan—itu adalah keunikan. Hanya karena seseorang tidak memenuhi standar kecantikan yang dibentuk oleh masyarakat, bukan berarti mereka tidak berharga. Bukan berarti mereka tidak bisa melakukan banyak hal.
Memang benar, menjadi good looking bisa menyelesaikan satu-dua masalah, atau membuka satu-dua pintu. Tapi tidak semua hal dalam hidup bisa ditembus dengan rupa. Ada banyak hal yang lebih penting: tanggung jawab, konsistensi, kejujuran, resiliensi, dan ilmu. Jika seseorang hanya mengandalkan kecantikan tanpa pendirian dan isi, ia bisa saja hanya dianggap sebagai objek, bukan subjek.
Sebagai perempuan yang sadar bahwa aku tidak termasuk dalam kategori cantik menurut standar umum, aku tahu bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkanku selain diriku sendiri. Tidak ada yang bisa memelukku dan memberiku belas kasih selain diriku sendiri. Aku tidak relate dengan perlakuan baik yang hanya didasarkan pada paras. Aku sudah terbiasa berjuang sendiri untuk mendapatkan apa pun yang aku inginkan.
Dan aku bangga. Meskipun mungkin di mata orang lain aku hanya seperti NPC (non-playable character), bagi diriku sendiri, aku adalah pemeran utama dalam hidupku. Aku punya alur cerita, konflik, pertumbuhan, dan tujuan. Aku hidup dengan sadar dan berani.
Dan itu, bagiku, jauh lebih berharga daripada sekadar menjadi cantik di mata dunia.
Komentar
Posting Komentar