Between light and shadow

Di usia 13 tahun, aku belajar bahwa dunia tidak selalu ramah.

Aku dijauhi anak-anak sekelas, dikatain menang ranking karena menyontek, dan saat ulangan dikatain open book, karena jawabanku dianggap terlalu textbook.

Saat aku menyukai seseorang, aku ditertawakan: katanya "kamu kalo jalan sama dia kaya angka 10, kasih lah sedikit lemak tubuhmu buat dia"

Aku selalu memilih untuk berjalan di jalanan yang sepi, menunduk di tengah keramaian, mencari sudut-sudut di mana aku bisa bernafas sedikit lebih lega.

Satu hal yang membuatku bertahan adalah janji kecil kepada diriku sendiri:
"Apapun yang terjadi, aku akan masuk FK."

Sebuah janji yang jadi cahaya kecil di tengah kegelapan, walau aku belum tahu cara menyembuhkan lukaku sendiri.

Sebab anak 13 tahun itu belum tau cara memproses emosi, yang dia lakukan adalah hal yang menurutnya tepat saat itu, dengan tetap tegar dan memendam semua emosi itu. Dia ga tau kalo akan ada episode relaps, ketika sebuah emosi belum di lepaskan.

Ketika anak 13 tahun itu tumbuh menjadi  anak 18 tahun, ternyata dia juga masih keliru

tentang cinta dia lebih banyak memberi
daripada menerima, dia kira mencintai = berkorban,
dia memberikan seluruh hatinya yang terdalam
Namun apa yang dia dapat?
Hatinya kembali dengan keadaan yang udah ga utuh,
retak, remuk, dan dia sendiri yang mesti belajar menyusunnya kembali

Sampai muncul pertanyaan di benaknya
Apa yang kurang dalam dirinya?
Apa yang harus dia lakukan agar cinta tidak meninggalkannya? apakah dia layak di cinta?
ataukah mungkin cinta bukan untuknya?


Keduanya sama-sama menyedihkan bukan?  Namun tanpa momen-momen  itu kamu ga bakal membaca nyanyian jiwaku hari ini

Kepada yang bertemu diriku di musim dingin jiwaku
aku ga benar-benar mengabaikanmu, aku hanya takut,
karena di musim dingin yang kulakukan adalah bertahan

Kepada yang bertemu diriku di musim semi jiwaku, perlu diketahui aku ga selamanya bermekaran

Layaknya siang dan malam
setiap kita juga punya sisi terang dan gelap
Dan mencintai berarti menerima kedua sisi itu

Mencintai juga berarti memberi ruang, ruang yang aman dan nyaman untuk menjadi diri kita apa adanya
Dari perjalanan ini aku memberikan ruang itu untuk diriku sendiri dari diriku sendiri

Mencintai juga berarti bersedia menjadi tempat pulang
Dari dunia yang tidak ramah, dari realita yang tidak indah
Dan akupun sedang membangun tempat pulang itu dalam jiwaku

Pertemuan demi pertemuan di usia 25 bukan hanya pertemuan satu orang dengan betapa cemerlangnya dia dalam mewujudkan mimpi-mimpinya tetapi juga pertemuan dengan luka-luka yang dia punya di perjalanan sebelumnya

Kita punya pilihan atas luka-luka itu
merawatnya atau mengabaikannya

Kita memang gabisa time travel ke masa lalu
Tapi kita bisa mengunjungi diri kita yang dulu, 

lewat pengampunan dan kasih sayang

Itu jauh lebih nyata dan kuat daripada sekedar mesin waktu

Aku bagikan ini bukan untuk mengungkit masa lalu, tapi untuk merayakan perjalanan pulang ke diri sendiri



Komentar

Postingan Populer